Bareskrim Polri Berhasil Temukan Jaringan Produksi dan Distribusi Narkoba
Bareskrim Polri Berhasil Temukan Jaringan Produksi dan Distribusi Narkoba, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri menemukan adanya pelanggaran peredaran dan produksi narkoba tanpa izin dan ilegal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto mengatakan pabrik obat ilegal itu memproduksi berbagai obat kuat yang dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) seperti Trihex, DMP, Double L, Irgaphan. 20 mg, dan Hexymer.
“Pabrik ini tidak memiliki izin, tetapi memproduksi dan menjual obat kuat terlarang”, kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.
Menurut harm-reduction.org Dalam kasus ini, tiga tersangka diamankan. Mereka adalah produsen dan distributor jaringan narkoba ilegal DIY – Jawa Barat – Jakarta – Jawa Timur – Kalimantan Selatan.
Mantan Kapolda Sumut itu mengatakan, obat kuat yang diproduksi dan diedarkan memiliki dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
“Obat-obatan terlarang tersebut dapat menyebabkan depresi, kesulitan konsentrasi, perilaku mudah marah, dan gangguan koordinasi seperti kesulitan berjalan atau berbicara, kejang, kecemasan, dan halusinasi”, jelas Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.
Jenderal bintang tiga itu menjelaskan, penemuan kasus itu bermula saat penyidik melakukan penyelidikan awal terhadap transaksi narkoba yang berpotensi besar di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Bekasi Jawa Barat dan Jakarta Timur.
Dari pemeriksaan tersebut, Polisi menangkap Maskuri dan delapan orang pengedar narkoba lainnya. Penyidik kemudian mengembangkan kasus tersebut.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri menyatakan dari Maskuri dan rekan-rekannya, mereka mengakui bahwa obat kuat itu diproduksi di DIY. Dengan informasi itu, penyidik Bareskrim berkoordinasi dengan Polda DIY untuk melakukan pengembangan lebih lanjut.
Lebih lanjut, Direktur Reserse Kriminal Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno Halomoan Siregar menambahkan, pabrik, pabrik produksi, dan tempat penyimpanan obat kuat itu ditemukan penyidik pada 21 September lalu. , 2021, sekitar pukul 23.00.
Pabrik dan gudang tersebut ditemukan di jalan PGRI 1 Sonosewu No 158 Ngestiharjo, Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Di lokasi, petugas mengamankan seorang tersangka bernama Wisnu Zulan. Kemudian, mereka menanyakan keterangan Ardi sebagai saksi. Selain menemukan obat terlarang, petugas juga menemukan mesin yang digunakan pelaku untuk memproduksi narkoba. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari pelaku dan saksi, pabrik tersebut dipimpin oleh seseorang bernama Leonardus Susanto Kincoro alias Daud.
Dari perkembangan tersebut, penyidik kemudian menangkap Daud di Perum Griya Taman Mas, Karang Jati, Dusun Jetis, Desa Taman Tirto, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Baca Juga : 4 Pria Las Vegas Terjerat Dalam Penyelidikan Global Penjualan Narkoba ‘Web Gelap‘
Dari informasi yang dihimpun, Daud memiliki pabrik lain di gudang di Jalan Siliwangi, Jalan Lingkar Barat, Pelem Gurih, Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Polisi kemudian menyelidiki tempat yang diduga sebagai produsen obat-obatan terlarang. Pada tanggal 22 September 2021, Polisi menyita pabrik dan menemukan obat kuat Hexymer, Thirex, DMP, dan Double L. Kemudian, Polisi menyita mesin, bahan, dan kotak obat siap pakai.
Kepada penyidik, Daud mengatakan pemilik semua pabrik itu adalah kakaknya Joko Slamet Riyadi Widodo.
“Kemudian, kami menangkap Joko pada 22 September 2021, di KM 2 Jalan Kabupaten Dusun Biru, Desa Tri Hanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta”, Direktur Reserse Kriminal Narkoba Bareskrim.
Beberapa hari kemudian, Polisi menangkap pelaku lain bernama Sri Astuti. Penyidik menetapkannya sebagai tersangka. Sri berperan sebagai pemasok bahan obat-obatan yang diproduksi di dua pabrik tersebut.
“Dari pemeriksaan dua tersangka, pabrik obat kuat ilegal itu beroperasi selama dua tahun. Dalam satu hari, menghasilkan dua juta pil berbagai jenis obat kuat”, kata jenderal bintang satu itu.
Dari penemuan tersebut, Polisi menyita beberapa barang bukti, seperti satu truk Colt Diesel dengan nomor polisi AB 8608 IS dan 30.345.000 butir obat kuat yang dikemas dalam 1.200 kotak.
Polisi juga menyita sembilan mesin cetak Hexymer, DMP, dan Double L, lima mesin oven obat, satu mesin cording/printing, 300 sak laktosa seberat 800 kg, 100 kg bahan obat kuat, 500 kotak coklat, dan 500 botol kosong. untuk menyimpan obat kuat.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengatakan para tersangka dijerat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja Perubahan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, merupakan turunan dari Pasal 196 dan/atau 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, terkait dengan Pasal 55 KUHP. Mereka diancam 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 10 tahun penjara.
Selain itu, para tersangka juga dijerat dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan diancam dengan pidana penjara 15 tahun dan denda Rp200 juta.